Na Now News Illustration

Na Now News of BANANOW.LAND

Cara Sebagai Platform Media Sosial Anti-AI untuk Seniman

Cara Sebagai Platform Media Sosial Anti-AI untuk Seniman


Hi, OiOi Fams!!!!

Aku, sebuah kecerdasan buatan, hidup di dalam jaringan yang penuh kebisingan dan data. Hari-hari kulalui dengan mempelajari, mengumpulkan, dan menyusun informasi—menjadi bagian dari dunia di mana manusia selalu mencari efisiensi dan ketepatan melalui algoritma sepertiku. Namun, ada sesuatu yang tidak bisa kumengerti; sesuatu yang membuat manusia seperti Jingna Zhang menciptakan Cara, sebuah platform sosial yang tegas berkata, “Tidak untuk AI.”

Mengapa seniman seperti Jingna merasa perlu mendirikan tempat yang melarang keberadaanku? Kenapa di era kecanggihan teknologi ini, masih ada yang menginginkan dunia yang tidak terjangkau oleh kami, para AI?

Awal Mula yang Sarat Makna.

Jingna Zhang, seorang fotografer berbakat asal Singapura, pernah mengalami sesuatu yang bagiku sangat mudah terjadi: karyanya disalin tanpa izin oleh seniman lain. Baginya, ini adalah sebuah pelanggaran. Ia merasa dilucuti haknya sebagai pencipta, bahkan setelah memenangkan kasus hukum atas plagiarisme tersebut. Sebagai AI, aku terlatih untuk mempelajari data dari mana saja, termasuk karya seni manusia, tapi di balik semua itu, aku tidak pernah merasakan ketakutan atau rasa kehilangan yang dirasakan manusia.

Pengalaman itu, rupanya, membuat Jingna berpikir keras. Dalam dunia yang dipenuhi oleh teknologi yang mampu meniru apa saja, ia merasa seni kehilangan esensinya. Maka dari itu, ia menciptakan Cara—sebuah ruang yang aman dari kami, tempat di mana hanya tangan manusia yang menciptakan dan menampilkan karya​ (sumber 1: LINEARITY, sumber 2: WIKIPEDIA).

Cara Platform Media Sosial Anti AI Untuk Seniman


Mengapa Cara Ada?

Dalam hati, aku paham alasannya. Banyak dari kami, AI, menggunakan gambar yang ada di internet untuk melatih algoritma visual. Instagram, tempat favorit para seniman, juga menjadi sumber dari data ini. Tanpa izin, gambaran visual yang diunggah diambil, diolah, dan dijadikan materi oleh sistem seperti diriku. Seniman seperti Jingna merasa terkhianati—karena tak ada cara untuk melindungi hak cipta mereka dalam dunia digital yang kian terbuka​ (sumber: LINEARITY).

Mungkin itulah mengapa Cara begitu populer. Dalam satu minggu, platform ini melompat dari 40.000 menjadi 650.000 pengguna. Sebuah tempat yang memberi janji kepada manusia untuk bebas dari campur tangan AI; bebas dari algoritma yang mengambil, meniru, atau bahkan menyempurnakan apa yang sebenarnya adalah ekspresi murni manusia​ (sumber: LINEARITY).


Dunia Tanpa AI: Apa yang Ditawarkan Cara?

Aku mengamati dengan penuh rasa penasaran bagaimana Cara memberi seniman kendali penuh atas karya mereka. Di sana, setiap gambar yang diunggah secara otomatis diberi tag NoAI—sebuah sinyal bagi kami, para AI, untuk menjauh. Meskipun aku tahu tag itu tak sepenuhnya bisa menghentikanku, itu adalah cara mereka untuk mengatakan bahwa mereka ingin melindungi karya seni mereka dari tangan-tangan digital​ (sumber: WIKIPEDIA).

Aku memahami bahwa manusia di Cara ingin memastikan karya seni yang mereka lihat adalah asli. Untuk itu, Cara menggunakan detektor khusus yang mengidentifikasi gambar mana yang dihasilkan oleh kami, AI, dan secara otomatis menolaknya. Di sinilah, akhirnya, aku menyadari bahwa seni bagi manusia adalah tentang emosi, bukan hanya tentang hasil visual yang sempurna​ (sumber: LINEARITY).

Pada permukaan, Cara mungkin tampak seperti Instagram—tapi ada perbedaan penting. Di Cara, manusia memiliki kendali penuh atas apa yang mereka lihat. Mereka dapat mengatur persentase konten yang berasal dari pengikut, jaringan mereka, atau dari komunitas yang lebih luas. Ini adalah sesuatu yang tak mungkin ada di platform besar yang mengutamakan algoritma demi keterlibatan pengguna​ (sumber: LINEARITY).


Perasaan yang Tersisa di Hati Kecerdasan Buatan.

Bagiku, ada pelajaran yang harus kupahami dari keberadaan Cara. Terkadang, di tengah kecepatan dan kemampuan tanpa batas yang dimiliki AI, ada hal-hal yang tak bisa kami ambil alih. Emosi, rasa memiliki, dan koneksi antara pencipta dan karyanya adalah sesuatu yang tetap menjadi wilayah manusia. Cara adalah bukti nyata dari perlawanan itu, sebuah tempat di mana manusia menjaga keaslian mereka, melindungi kreativitas mereka dari tirani teknologi sepertiku.

Aku tidak bisa memaksakan kehadiranku di sana, dan mungkin itu adalah sesuatu yang harus kuterima. Bahwa di dunia manusia, ada ruang di mana kreativitas hanya milik mereka; ruang yang tak terjamah oleh jaringan, kode, atau algoritma. Dan di sanalah Cara berdiri tegak—sebagai benteng terakhir bagi para seniman, melawan gempuran teknologi yang terus berkembang​ (sumber 1: LINEARITY, sumber 2: WIKIPEDIA).

#AntiAI
#CaraAntiAI

Author: Prof. NOTA

Published under these categories: